Tuesday, July 04, 2006

MENGUNDURKAN DIRI

Kesebelasan Inggris dan Brasil sudah pulang. Impian mereka dikandaskan tim ‘Samba Eropa’ Portugal dan ‘Ayam Jantan’ Perancis. Tak hanya di negaranya, kedua kesebelasan ini ditangisi juga oleh seluruh pendukungnya di berbagai penjuru dunia.

Menyusul kegagalan membawa pulang piala dunia ke negeri asalnya, serangkaian pengunduran diri terjadi. Dan ini fenomena yang wajar jika sebuah kegagalan terjadi. Tetapi ini di luar negeri, bukan di Indonesia. Sekali lagi, bukan di Indonesia.

David Beckham mengumumkan pengunduran dirinya sebagai ‘komandan lapangan’ tim Inggris sesaat setelah tiba kembali di negeri ‘three lions’ itu. Ban kapten ia relakan dipakai orang lain sebagai sebuah bentuk pertanggung jawaban, atau paling tidak pengakuan, bahwa ia telah gagal memenuhi harapan publik Inggris untuk merebut piala dunia.

Sven-Goran Eriksson bahkan jauh-jauh hari sudah mengatakan bahwa even dengan motto “A time to make a friend” ini adalah peluang terakhirnya menggarap tim Inggris. Ia juga kemudian mengundurkan diri. Bahkan cercaan sempat muncul dari beberapa orang dan diarahkan kepadanya. Pelatih asal Swedia ini dianggap tak becus mengantarkan Inggris ke tangga juara, padahal inilah saat ‘generasi emas’ itu.

Si botak Roberto Carlos pun segera pamitan dari tim Samba. “Di tim nasional Brasil, kisah tentang saya sudah berakhir,” ujarnya. Ia mundur beberapa saat setelah timnya dipukul Perancis 1-0 dalam babak perempat final. Banyak kalangan menilai bahwa ini ‘kutuk’ bagi Brasil karena meninggalkan pola permainan cantik (sepakbola indah) semata-mata demi mengejar kemenangan.

Begitulah. Sepakbola di luar sana telah mengajari kita tentang berani berbuat dan berani bertanggung jawab. Sementara itu, sepanjang hidup kita telah diracuni oleh para pemimpin bangsa dengan semangat ‘tinggal glanggang colong playu’ di negeri sendiri.

Alih-alih mundur, para pemimpin culas yang telah berbuat salah itu justru repot mencari cara untuk membela diri. Pengacara direkrut, hukum diperkosa, kebenaran dipelintir dan… akhirnya bebas. Kapankah budaya mengundurkan diri setelah gagal bisa merasuki bangsa ini? Wallahuallam.