Friday, January 26, 2007

PENGORBANAN KRISTUS

Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. (Roma 5:8)

Menjelang pemilihan umum 1999, pamor Megawati naik. Banyak orang yang mengharapkannya akan menjadi nahkoda yang menyelamatkan perahu bangsa. Akhirnya, partai yang dipimpinnya memang memenangi pemilu pada tahun itu. Ia didukung banyak orang yang terkenal dengan fanatismenya. Hanya saja, ia gagal duduk di kursi RI-1 karena permainan politik Poros Tengah kala itu.
Cerita tentang fanatisme pendukung Megawati memang beragam. Mulai dari slogan “Pejah-gesang nderek Mbak Mega” (hidup mati tetap ikut Mba Mega), cap jempol darah hingga kerelaan ‘memasang badan’ bagi siapa pun yang berani mengusik putri Bung Karno itu. Bahkan ada sekelompok tukang becak yang rela mengayuh becaknya dari Surabaya ke Semarang, ketika Partai ‘Moncong Putih’ itu berkongres. Semuanya demi Megawati. Untuk orang seperti dia, banyak orang yang menyerahkan nyawanya.
Tetapi tahukah Anda bahwa Kristus rela mati untuk kita? Bukan pada saat kita berada dalam posisi benar dan baik di hadapan-Nya, tetapi waktu kita sedang berada di dalam dosa. Untuk orang baik, apalagi untuk orang benar, banyak orang yang rela mati. Dan itu hal yang wajar. Tetapi yang mau mati untuk orang berdosa seperti kita, hanya Yesus yang melakukannya.
Itulah karya keselamatan yang dikerjakan-Nya. Semuanya dipuncaki di atas kayu salib Golgota. Salib yang kasar, duri dan paku yang tajam, cambukan yang menyesah tiada henti. Belum lagi pukulan, hinaan dan tombak yang menghujam. Itulah jalan yang dipilih-Nya untuk menyelematkan kita. Semuanya untuk menunjukkan betapa berharganya kita di hadapan-Nya. Selamat Paskah! [JP]
TOTALITAS

Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. (Kolose 3:23)

Masih ingat Mbah Maridjan? Pada periode Mei – Juni tahun 2006 lalu, namanya menghiasi berbagai media, cetak maupun elektronik. Kakek renta ini menjadi pesohor karena aktifitasnya menjaga Gunung Merapi di Cangkringan, Jogja. Amuk Merapi yang memuntahkan awan panas tak menyurutkan langkahnya untuk tetap menjaga gunung api teraktif di dunia itu.
Tentu saja pilihannya itu mengundang bahaya. Awan panas yang suhunya ratusan derajat celcius itu bisa kapan saja melumat tubuhnya. Setidaknya dua orang anggota tim SAR tewas dihajar awan panas dalam krisis Merapi tahun lalu. Tubuh dua relawan itu gosong terpanggang awan panas saat terjebak di dalam bunker. Tetapi Mbah Maridjan adalah potret seseorang yang setia terhadap panggilan hidupnya. Sejak ditugasi sebagai kuncen (juru kunci) Merapi oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, ia telah memilih pengabdian sebagai jalan hidupnya. Ia sama sekali tak berniat untuk meninggalkan tanggung jawabnya itu.
Ketika semua orang diperintahkan ‘turun’ untuk mengungsi karena Merapi memuntahkan Wedhus Gembel, Mbah Maridjan justru memilih untuk ‘naik’ mengamat-amati Merapi. Bahkan bujukan dengan dalih bertemu Presiden SBY pun ia abaikan. Pilihan yang aneh, bahkan konyol bagi sebagian orang. “Kalau saya ikut-ikutan turun, saya diketawain anak-anak kecil. Wong saya sudah ditugasi oleh Ngarso Dalem (Sri Sultan) untuk menjaga Merapi, jadi saya harus laksanakan tugas itu sebaik-baiknya,” papar bintang iklan minuman berenergi ini kepada wartawan.
Demikianlah Mbah Maridjan yang membaktikan dirinya secara total untuk panggilan hidupnya. Dalam ranah pembaktian hidup kita kepada Yesus Kristus, apakah kita melakukan totalitas yang sama? Bukankah Dia adalah Tuhan di atas segala tuan yang layak menerima persembahan terbaik? [JP]
MEMUPUS PESTA PORA & KEMABUKAN

Perbuatan daging telah nyata, yaitu: … kemabukan, pesta pora dan sebagainya. (Galatia 5:19-21)

Salah satu ciri masyarakat modern adalah menganut filsafat hedonisme. Tujuan kehidupan adalah untuk bersenang-senang dan mendapatkan kepuasan sebanyak-banyaknya, merupakan inti ajaran hedonisme.
Menurut cerita seorang teman, di daerah tertentu yang mayoritas penduduknya beragama Kristen, kisah tentang pesta pora dan kemabukan masih sering dijumpai. Hal tersebut terjadi karena begitu mudah mendapatkan minuman beralkohol di daerah itu. Ironisnya, hal itu terjadi saat merayakan Natal dan Tahun Baru. Mereka melewatkan malam Natal dan Tahun Baru dengan meminum minuman keras dan berpesta pora. Tak jarang, pagi-pagi mereka yang mabuk ditemukan bergelimpangan di pinggir jalan. Semangat Natal untuk berbagi malah diganti dengan perilaku menyimpang yang bermaksud memuaskan diri sendiri. Seniman Jadug Ferianto menyebutnya sebagai pengkhianatan terhadap Natal. Itulah faktanya.
Barangkali pesta pora dan kemabukan berusia hampir sama dengan keberadaan manusia itu sendiri. Ini masalah yang sudah tua sekali tetapi selalu mengambil bentuk baru mengiringi zaman. Masalah ini tidak bisa dihadapi hanya dengan kekuatan dan strategi sendiri. Kekuatan sendiri hanya akan membenamkan manusia ke titik yang lebih rendah lagi.
Tuhan memang memberi kita karunia untuk menikmati apa yang sudah Dia beri. Tetapi tujuan akhir hidup kita bukan hanya untuk menikmati. Agar tak terjebak dalam hedonisme, ada baiknya kita mengingat bahwa kita hidup untuk menyenangkan dan memuaskan Kristus, Pemilik hidup kita. Apa yang kita lakukan bukan untuk kesenangan pribadi, tetapi untuk menyenangkan hatiNya. Dengan begitu kita bisa memupus mata rantai pesta pora dan kemabukan. [JP]
TAK LUPA KACANG PADA KULITNYA

Kenangan kepada orang benar mendatangkan berkat, tetapi nama orang fasik menjadi busuk. (Amsal 10:7)

“Kembali ke laptop!” begitu seru Tukul Arwana setiap memandu acara talk show ‘Empat Mata’ di sebuah stasiun televisi. Dalam sebuah episode, dihadirkan ‘bintang-bintang tamu’ yang istimewa. Bukan dari kalangan selebritas, tetapi kebanyakan adalah orang-orang yang sangat berpengaruh dalam hidup Tukul di masa silam.
Ada mantan majikannya, seorang kawan yang mengenalkan dengan dunia Jakarta dan juga pengamen karib yang memberi nama belakang ‘Arwana’ kepadanya. Nama Tukul Arwana-lah yang kemudian mengantarnya sukses di dunia hiburan hingga kini. Meski dalam suasana canda yang kental, nampak jelas bahwa Tukul begitu berterima kasih dengan orang-orang yang berpengaruh dalam hidupnya itu. Merekalah yang mengantarnya hingga puncak sukses hari-hari ini. Tukul ‘tidak lupa kacang pada kulit.’
Dalam episode kehidupan kita, Tuhan sering membawa kita dari sebuah sukses ke sukses berikutnya. Dalam saat-saat yang demikian, ingatlah bahwa kita tidak pernah sampai di puncak seorang diri. Selalu saja ada orang-orang terbaik yang Tuhan tempatkan dalam kehidupan kita. Tak peduli siapa dan apa peranan mereka, orang-orang itu menorehkan sejarah bagi kita dengan tinta mereka masing-masing.
Tak salah kalau kemudian kita mengambil waktu untuk mengingat mereka kembali. Kita bisa menelpon atau sekedar mengirim SMS. Atau mengambil aksi konkrit dengan mengunjungi mereka dan memberi bingkisan untuk menyampaikan ungkapan terima kasih. Dengan begitu, orang akan melihat kita sebagai pribadi yang tahu berterima kasih. Bukankah begitu? [JP]

Saturday, January 13, 2007

Saya dan keluarga Dwi Krismawan
KEKUATAN CINTA

"dan bila aku berdiri tegak hingga hari ini
bukan karena kuat dan gagahku
Semua karena cinta..."

Sepenggal bait lagu gubahan Glenn itu pantas dinyanyikan kala melihat kisah cinta Ibeth dan Dwi. Mereka membuktikan bahwa cinta itu kuat dan berkuasa menghapus setiap rintangan. Kisahnya berawal ketika Dwi bercita-cita menjadi seorang penerbang. Dan untuk itu, ia tinggal mengayun satu langkah lagi.

Merasa punya 'bekal' sebagai sopir pesawat terbang, Dwi memberanikan diri nembak Ibeth yang calon pendeta. Tak tanggung-tanggung, ia menyatakan cintanya sesaat setelah Ibeth menyelesaikan khotbahnya di sebuah gereja. Gayung bersambut, tumbu pun mendapat tutup.

Petaka Itu....
Suatu pagi Dwi menelphon Ibeth, "Aku mau latihan terbang. Sebentar lagi aku jadi pilot. Suatu saat kamu akan duduk di sebelahku ketika aku mengemudikan pesawat!" Berbunga-bunga Ibeth mendengarnya. Rupanya itu telephon terakhir sebelum akhirnya pesawat nahas yang ditumpangi Dwi dan seorang instruktur menabrak punggung Gunung Gede.

Meski keduanya selamat dalam kecelakaan itu, tetapi luka bakar hebat telah membekam mereka. Tubuh Dwi gosong. Mukanya tak lagi berbentuk. Dokter sudah angkat tangan, bahkan sudah dinyatakan 'game over.' Di tengah kondisi itu, Ibeth berdoa sembari mengucap janji, "Tuhan, kalau Engkau memberi Dwi kesempatan untuk hidup, aku bersedia mendampingi sebagai istrinya seumur hidupku!" Dan benar. Dwi hidup lagi ketika dua orang suster tengah membawanya ke kamar jenazah. Kemudian, 25 proses operasi plastik dijalaninya.

Membentur Tembok
Niat suci Ibeth membentur tembok tinggi. Orang tua Dwi dan juga orang tuanya tak setuju dengan rencana pernikahan mereka. Pun dari pihak gereja. Ketika itu Ibeth adalah seorang gembala jemaat. "Kami tidak mau memiliki gembala yang punya suami cacat, " papar seorang majelis.

Ibeth hampir patang arang. Ia pun sempat ragu dengan keputusan yang diambilnya. Siapkah dia menikahi seorang pria yang menurut banyak orang berwajah seperti monster? Seorang dokter yang mendekatinya di tengah malam, mengingatkannya pada janjinya kepada Tuhan. Kala itu ia sedang menunggu Dwi dioperasi. Hingga kini, ia masih bingung dengan siapakah dokter itu. Malaikatkah? Tuhan sendirikah?

Masa Depan
Pekerjaan adalah masalah berikutnya bagi keluarga Dwi - Ibeth. Pekerjaan apakah yang bisa dilakukan Dwi dengan keterbatasannya itu? Beruntung seseorang memberinya kesempatan untuk menjadi agent asuransi. Dalam satu bulan ia berhasil mengumpulkan 40 orang. Prestasi yang luar biasa.

Hingga suatu hari, ketika sedang melayani di sebuah gereja di Surabaya, Tuhan mempertemukannya dengan Harry Tanoesoedibdjo, pemilik RCTI. Dialah yang kemudian mengangkatnya menjadi staf khusus di Koran Sindo.

Kabarnya, Oprah Winfrey akan mengundang mereka untuk memberi testimoni tentang betapa kuatnya cinta yang mereka miliki. Seorang sutradara Perancis juga akan melayar-lebarkan kisah hidup mereka.

Tuhan acap bekerja melalui cara yang tak terselami... Justru karena Dialah Tuhan, maka Dia melakukannya.***