Wednesday, May 09, 2007

ANGER MANAGEMENT

“Terhormatlah seseorang, jika ia menjauhi perbantahan, tetapi setiap orang bodoh membiarkan amarahnya meledak.” (Amsal 20:3)

Suatu ketika saya sedang menikmati nasi uduk di sebuah kedai di Bandung. Sementara saya makan, seseorang di meja sebelah sedang melakukan pembicaraan melalui telepon genggamnya. Awalnya nada bicaranya datar dan biasa-biasa saja. Entah mengapa kemudian nada bicaranya berangsur meninggi. Ia tampak marah dengan lawan bicaranya di ujung telepon. “Sudah, sekarang begini saja. Kamu pilih aku atau sahabatmu itu? Putuskan sekarang! Aku ngga mau nunggu lama-lama!” ujarnya geram. Sejurus kemudian, praaangggg…. Ia membanting gelas yang sejak tadi dipegangnya.
Semua mata kemudian tertuju kepada pria yang marah itu. Tak ketinggalan pemilik kedai yang meminta agar ia mengganti gelas miliknya yang pecah dibanting. Pria itu nampak merogoh uang dari sakunya dan kemudian ngeloyor pergi. Mukanya merah, mungkin menahan malu bercampur marah.
Kita tentu pernah mengalami kemarahan yang memenuhi hati. Tak jarang bahkan sampai meluap-luap. Dan dengan kemarahan itu, kita menjadi ‘bodoh’ dan melakukan tindakan-tindakan yang merugikan. Lalu tibalah penyesalan yang selalu datang belakangan.
Kemarahan memang merupakan salah satu emosi negatif dalam diri kita yang perlu dikendalikan. Diperlukan ‘manajemen kemarahan’ agar kita tidak terjebak dalam tindakan-tindakan bodoh yang memalukan. Dibutuhkan kelemahlembutan ilahi untuk mengatasi ledakan amarah yang kadang datang mengunjungi kita. Selamat mengatur kemarahan! [JP]
PELAJARAN DARI CHARLOTTE’S WEB

“Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat…” (Yohanes 15:15)

Charlotte’s Web adalah sebuah film layar lebar yang pernah diangkat oleh rumah produksi Hanna-Barbera Production pada 1973. Kini film yang berkisah tentang seekor babi yang menawarkan persahabatan sejati itu, dirilis kembali. Kisahnya dimulai dengan seorang anak kecil bernama Fern yang menyelamatkan babi yang baru saja lahir. Fern memberi nama babi kecil itu Wilbur. Sejak saat itu Fern selalu memandikan Wilbur, memberinya susu, bahkan mendongengkan kisah sebelum Wilbur tidur.
Seiring waktu berjalan, Wilbur menjadi semakin besar dan harus tinggal di dalam kandang selayaknya binatang yang lain. Ia kemudian tinggal dengan sepasang angsa, sepasang sapi, 5 ekor kambing dan seekor tikus. Di antara binatang-binatang itu, tersebutlah Charlotte, seekor laba-laba yang sangat dijauhi oleh binatang yang lain. Terinspirasi oleh pengalamannya diterima oleh Fern, hanya Wilbur-lah yang mau menerima dan bersahabat dengan Charlotte. Dengan segala upaya, Wilbur mencoba memberi pengertian kepada binatang yang lain agar mau menerima Charlotte. Singkat cerita, laba-laba itu diterima kehadirannya oleh semua binatang di kandang itu. Semuanya terjadi berkat kegigihan Wilbur untuk menjadi mediator.
Persahabatan adalah sebuah nilai luhur yang ditekankan Alkitab. Suatu ketika, Yesus menyatakan sebuah hubungan ‘baru’ antara diri-Nya dengan murid-murid-Nya. “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, “ kata-Nya “Tetapi Aku menyebut kamu sahabat!” Ia telah memberi teladan bahwa salah satu peranan seorang sahabat akan muncul menjadi juru damai. Kita yang berdosa akhirnya memiliki persahabatan dengan Allah sebagai dampak persahabatan kita dengan Kristus. Sungguh sebuah kehormatan untuk menjadi seorang sahabat Allah. [JP]
MENGHORMATI ORANG TUA

“Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.” (Keluaran 20:12)

Pengalaman menunggui isteri yang melahirkan, membekaskan pengalaman bathin yang mendalam bagi saya. Ada sebuah perjuangan antara hidup dan mati dalam peristiwa itu. Imajinasi saya segera melayang kembali ke puluhan tahun silam ketika ibu melahirkan saya. Meski hanya bisa membayangkan, tetapi tergambar jelas betapa beratnya perjuangan seorang ibu ketika melahirkan anaknya. Dari sana, sikap hormat saya terhadap orang tua semakin bertumbuh. Saya sadar bahwa kehadiran saya di muka bumi, selain karena faktor kehendak Tuhan, adalah karena jasa mereka juga.
Pada saat yang lain saya juga teringat akan kisah-kisah tragis seorang anak yang tega menganiaya, bahkan hingga membunuh orang tuanya. Ironisnya, kebanyakan dari kasus itu bermula dari permasalahan yang sepele. Dari masalah meminta uang sekolah, minta dibelikan motor atau juga permintaan terhadap hal-hal lain yang sebenarnya sekunder. Hanya dengan alasan-alasan itu, jiwa orang-orang yang dikasihi bisa melayang.
Almarhum Pdt. Eka Darmaputera pernah berujar, “Bagaimanapun mereka adalah orang tua kita. Bukan saja tatkala kita masih bayi lemah yang belum dewasa, tetapi karena kini juga ketika tubuh mereka telah berangsur-angsur melemah dan berbalik bergantung kepada kasih dan pemeliharaan kita.” Kita tidak pernah behenti menjadi anak dari orang tua kita. Merekapun tidak pernah bisa lari dari kenyataan bahwa ita adalah anak-anaknya. Tidak ada pilihan lain.
Sahabat, orang tua, seburuk apapun mereka, adalah pribadi-pribadi yang layak dihormati. Bukan karena usia dan jasa mereka, tetapi karena Tuhan menghendakinya. Anda sudah melakukannya? [JP]
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

“Demikian juga kamu hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.” (1 Petrus 3:7)

Menurut UU No. 23 tahun 2004, yang dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah “perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.” Menurut sebuah survey, kasus kekerasan dalam rumah tangga memang terus merangkak naik angkanya dari tahun ke tahun. Apakah hal itu terjadi dalam rumah tangga Kristen? Meski tak dapat dipastikan jumlahnya, tentu saja hal itu terjadi dalam keluarga Kristen.
Beberapa tahun lalu, penyanyi Nur Afni Octavia melaporkan suaminya -yang notabene hamba Tuhan- ke pihak kepolisian. Pasalnya, bukannya mendapat perlindungan, ia malah sering ketiban bogem mentah dari orang yang seharusnya mengasihinya itu. Waktu melapor pun, sudut-sudut wajahnya masih tampak lebam membiru. Ironisnya, peristiwa penganiayaan itu terjadi seusai perayaan ulang tahunnya. Ternyata, kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi di manapun dan kapanpun.
Sahabat, menurut Petrus istri adalah ‘teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan.’ Sejak awal, Alkitab tidak pernah memosisikan istri sebagai ‘sparing partner’ dalam bertinju. Ia tidak dihadirkan di dalam rumah tangga untuk dianiaya, melainkan untuk dihormati sebagai kaum yang lebih lemah.
Karena itu jika suami tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga, alasan utamanya bukan karena takut terjerat undang-undang. Tetapi karena ketaatan kepada perintah Allah melalui firman-Nya. Bukankah begitu? [JP]