Sunday, June 22, 2008

EWUH PEKEWUH

Untunglah Lukas Podolsky dan Guus Hiddink bukan orang Jawa. Andai saja mereka pekewuh dengan bangsanya sendiri, belum tentu Jerman bisa mengalahkan Polandia dan Rusia bisa membantai Belanda di Euro 2008 ini. Dalam hemat saya, mereka berdua telah memainkan dengan cantik peran mereka meski dibelit tuntutan mengedepankan nasionalisme.

Podolsky yang keturunan Polandia tidak pekewuh untuk melesakkan dua gol ke gawang Polandia saat pertandingan pertama dilakoni Jerman di turnamen ini. Mungkin sikap tanpa ekspresi yang ditunjukkan sesaat setelah mencetak gol adalah sebuah 'permohonan maaf'? Kita tidak tahu persis. Guus Hiddink bahkan sudah memukul genderang perang sesaat sebelum Rusia menantang Belanda di perempat final. Ia berujar, "Saya ingin menjadi pengkhianat terbesar Belanda tahun ini." Dan ucapannya itu ia buktikan ketika pasukannya melibas De Oranje 3-1. Sementara pasukan Van Basten tertunduk malu, Hiddink malah asyik berjingkrak dengan squad Rusia.

Menjalani kehidupan ini memang tidak semudah yang dibayangkan. Kadang-kadang kita dibawa pada sebuah posisi dilematis dan pada saat yang sama kita harus menyatakan keberpihakan kita. Kondisi ini lantas melahirkan pameo, "Seperti makan buah simalakama." Tetapi sebagaimana Hiddink dan Podolsky mengambil sebuah keputusan, demikian pula kita akan melakukannya. Ya, suka atau tidak suka...

Thursday, June 12, 2008

RENUNGAN HARIAN "NILAI KEHIDUPAN"
Edisi Juli - Agustus 2008 telah terbit!
Nikmati tema Juli: KERAJAAN ALLAH dan Agustus: KELUARGA
Hubungi redaksi: Jl. BKR 98A-C Bandung (022) 5225786
SMS: 0815 6144 877

Thursday, June 05, 2008

INDONESIA BISA!

Kita tentu pernah mendengar kelakar tentang otak orang Amerika, Jepang dan Indonesia yang dijual. Ketika dipajang di etalase, otak orang Indonesialah yang kelihatan paling bersih dan relatif lebih ‘sempurna.’ Usut punya usut, ternyata karena otak orang Amerika dan Jepang lebih sering dipakai daripada otak orang Indonesia.

Lupakan olok-olok sarkastis itu. Anak-anak muda Indonesia terbukti tidak kalah dari mereka yang berasal dari negara maju. Pada gelaran Olimpiade Fisika Asia (Asian Physics Olympiad – Apho), Adam Badra Cahaya (SMUN 1 Jember), Ruddy Handoko (SMU Sutomo 1 Medan) dan Kevin Winata (SMUK BPK Penabur 1 Jakarta) meraih medali emas. Penghargaan tidak berhenti di situ karena beberapa orang muda yang lain meraih medali perak dan juga bentuk penghargaan yang lain. Bahkan dalam Olimpiade Fisika Internasional tahun lalu, remaja-remaja Indonesia juga berhasil menyabet medali emas.

Di tengah ruwetnya penuntasan kasus korupsi yang seakan tak berujung, kita masih menaruh harapan untuk perbaikan negeri ini ke depan. Masih ada orang-orang yang meraih prestasi dalam kondisi yang serba susah ini. Masih muncul anak-anak bangsa yang membersitkan harapan di tengah keterpurukan.

Bagaimana dengan kekristenan kita? Kiranya semangat anak-anak muda di atas menginspirasi kita juga untuk membuat bangsa ini lebih baik. Kita memang hanya ‘mampir sementara’ di negeri ini. Tetapi kalau Tuhan mengijinkan demikian, pasti ada sebuah rencana yang diberikan kepada kita. Kita merindukan lebih banyak lagi anak-anak Tuhan yang tampil menjadi saksi dengan prestasi di masing-masing bidang kehidupan. [JP]
BERKARYA DALAM KETERBATASAN

Siapa tak kenal Ir. Soekarno? Salah satu founding father republik ini dikenal sebagai seorang orator yang andal. Setiap berpidato di depan massa, semangat yang berkobar seolah bisa ia transferkan ke sanubari pendengarnya. Ia dikenal juga sebagai penulis buku ‘Di Bawah Bendera Revolusi’ yang legendaris itu.

Buku itu ternyata tidak lahir dari meja kantornya. Beberapa bagian tulisan di dalamnya ternyata ditulis di Penjara Banceuy – Bandung, nun di 1930. Di selnya terdapat sebuah kaleng yang berfungsi ganda, tempat buang hajat sekaligus tempat menuangkan pikiran. Setiap pagi ia membersihkan kaleng pesing itu dan setelah kering menggunakannya untuk papan atau landasan menuliskan ide-ide cemerlangnya. Lalu lahirlah sebuah karya pembelaan yang menuturkan penderitaan bangsanya setelah tiga setengah abad dijajah Belanda. Pledoi itu lantas diberi tajuk: Indonesia Menggugat!

Siapa bilang keterbetasan membunuh kreativitas? Dalam kasus Soekarno di atas, keterbatasan malah memantik api kreativitas. Kita kadang-kadang membuat keterbatasan sebagai alasan untuk tidak menghasilkan sesuatu. Yang paling sering justru meratapi keterbatasan itu, dan celakanya, kita lantas mencari kambing hitam.

Bercermin dari pengalaman Soekarno di era revolusi tadi, kita banyak belajar tentang bagaimana caranya memanfaatkan apa yang ada untuk menghasilkan karya. Karena itu daripada meratapi nasib, adalah jauh lebih baik kalau kita menggunakan keterbatasan kita sebagai energi yang besar untuk berkarya nyata. [JP]
YANG MAHAL BELUM TENTU BAGUS

Tahukah Anda bahwa dalam tahun 2008 ini saja, diselenggarakan 159 pilkada di 13 provinsi, 112 kabupaten dan 35 kota di Indonesia? Itu artinya jika dirata-rata, dalam setahun ini setiap tiga hari, orang Indonesia mengikuti pilkada yang digelar di berbagai daerah. Besarnya proses pesta domokrasi ini tentu berujung pada membengkaknya biaya penyelenggaraannya. Wakil Presiden Jusuf Kalla bahkan menyatakan bahwa pemilu di Indonesia adalah pemilu termahal di dunia. Untuk ongkos pilkada saja, uang yang ‘dibuang’ telah mencapai angka Rp 45 trilyun. Wuiihhh…. Belum lagi nanti akan disambung dengan Pemilu 2009. Dana itu biasanya paling banyak tersedot untuk kepentingan kampanye.

Negeri ini memang penuh ironi. Di tengah terpuruknya kondisi perekonomian, uang dihamburkan dengan hasil yang kadang-kadang tidak jelas juntrungannya. Pemimpin yang terpilih dengan ongkos yang mahal itu, belum lagi kalau harus ditambah korban jiwa, belum tentu sesuai harapan pemilihnya. Ongkos yang mahal ternyata tidak selalu menjamin kualitas yang didapatkan.

Dalam kondisi serba sulit seperti ini, Tuhan memberi kita hikmat agar tidak mengunakan uang dengan sembarangan. Penggunaan uang untuk mendapatkan sesuatu, tidak hanya berdasarkan mahalnya sebuah barang. Mungkin yang paling tepat adalah meletakkan kebutuhan pada priorotas utama. Jika memang itu dibutuhkan, dengan harga yang mahal pun akan kita usahakan. Jangan sampai terjebak pada keinginan sementara yang biasanya cenderung menjadi awal dari penyesalan kita. Di atas itu semua, jika kita prioritaskan Tuhan dan kerajaan-Nya, Dia akan memenuhi kebutuhan hidup kita. [JP]

Sunday, June 01, 2008

SEPUCUK SURAT UNTUK FEN...

Fen... ijinkan suamimu menulis surat terbuka ini. Tentu engkau mengerti jika sebentar lagi Euro 2008 dimulai. Itu berarti aku harus begadang lagi. Memang kau bisa membelikanku bola untuk kumainkan dengan Jery, tapi ini beda Fen. Ini pesta sepak bola terbesar kedua setelah Piala Dunia. Apalagi turnamen ini muncul 'hanya' empat tahun sekali. Dan, ini tidak akan mengganggu jadwalku mengantarmu berbelanja keperluan bulanan rumah tangga kita.

Banyak pertandingan akan berlangsung tengah malam waktu Indonesia Fen. Jadi kau bisa tidur nyaman dan akau janji ngga akan teriak-teriak. Aku pasti nonton sendiri Fen. Akupun tidak akan menyaksikan setiap pertandingannya. Apalagi Inggris, kesebelasan favoritku, tidak masuk dalam babak final. Tinggal Italia dan juga Portugal mungkin yang paling menarik perhatianku.

Kau tak perlu cemburu Fen. Cintaku padamu tak akan luntur dan kuberikan kepada bola. Ini hanya sekedar hoby sejak kecil, jauh sebelum aku mengenal kamu. Dulu aku bermain bola di jalanan kampung atau di depan kantor kecamatan. Yah, kalau sekarang bisa menyaksikan pertandingan kelas dunia, ijinkanlah suamimu ini Fen...

Terima kasih untuk pengertianmu Fen...